MAKALAH
PERTUMBUHAN ILMU PENGETAHUAN ISLAM
MENURUT AL-KINDI
Ditunjukan sebagai salah satu tugas
PAI untuk memenuhi kelengkapan pelajaran pada bab terakhir
Disusun oleh kelompok 5 : - kiki ikhlas sari
-
Pini
Yuliani
-
Mulky
Analky S
-
Purwanti
Agustina
-
Nia
Kurniasih
-
Rahmad
Fauzi S
-
M
Arbiansyah
Kelas VIII D
SMPN 2
Cikalong Wetan Kabupaten. Bandung Barat
Jalan. Raya
Purwakarta Cikalong Wetan
Tahun
2013
KATA PENGANTAR
Puji Syukur
kami panjatkan kehadirat tuhan yang maha esa. Karna atas karunia-Nya kami dapat mengerjakan tugas ini,
sehingga dapat terselesaikan dengan cukup baik.
Lembaran-lembaran ini berupa uraian-uraian tentang
pertumbuhan ilmu pengetahuan islam dan tokoh ilmuan islam. Yaitu Al-Kindi,
beserta pemikirannya. Sehingga makalah ini berjudul “Pertumbuhan Ilmu
Pengetahuan Islam menurut Al-Kindi.
Makalah ini tidak mungkin selesai tepat waktu tanpa kekompakan kelompok kami. Atas
kesalahan dan kekurangannya kami mohon maap.
Akhir kata sebelum dan sesudahnya kami mengucapkan
terima kasih. Semoga makalah ini bermanpaat bagi semuanya.
i
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR......................................................................................
i
DAFTAR
ISI .................................................................................................
ii
MATERI
1. PENDAHULUAN
...................................................................... 1
2. BIOGRAFI
AL-KINDI .............................................................. 2-6
3. PEMIKIRAN
AL-KINDI............................................................ 7
4. KESIMPULAN............................................................................
8
REFERENSI..................................................................................................
8
ii
1.Pendahuluan
Kalaupun
Islam muncul sebagai sistem peradaban yang mandiri, maka hal itu merupakan
realitas sejarah yang tentu saja bukan untuk arah utama Islam sebagai agama
yang hadir. Dalam arti, Allah mengutus Muhammad membawa Islam tentulah “tidak
direncanakan” untuk muncul sebagai sebuah peradaban. Islam muncul sebagai
sebuah agama dengan membawa aneka sistem keagamaan. Oleh karenanya, harus
dipahami perbedaan Islam sebagai agama dengan Islam sebagai peradaban.
Peradaban
Islam muncul tidak lepas dari berbagai pemikiran yang berkembang dalam Islam.
Berbagai pemikiran yang muncul tersebut biasa disebut filsafat Islam. Pemikiran
yang berkembang dalam filsafat Islam memang didorong oleh pemikiran filsafat
Yunani yang masuk ke Islam. Namun, hal itu tidak berarti bahwa filsafat Islam
adalah nukilan dari filsafat Yunani. Filsafat Islam adalah hasil interaksi
dengan filsafat Yunani dan yang lainnya. Hal itu dikarenakan pemikiran rasional
umat Islam telah mapan sebelum terjadinya transmisi filsafat Yunani ke dalam
Islam.
Filsafat
Islam yang dipelopori oleh para filosof muslim timur telah mengembangkan
sayapnya dan menancapkan cakarnya dengan kuat. Dimulai dari al-Kindi sebagai
filosof Islam pertama kali, kemudian disusul oleh para filosof yang lainnya.
Karena merupakan filosof yang pertama kali, maka al-Kindi dijuluki sebagai
bapak filsafat Islam. Setelah masa al-Kindi, kemudian dilanjutkan oleh berbagai
filosof yang masing-masing mengembangkan karakternya masing-masing.
Al-Kindi
dalam kapasitasnya sebagai seorang filosof, mampu mempersatukan agama dengan
filsafat. Ia mampu membuat argumen yang menyatakan bahwa agama dan filsafat itu
sama-sama benar. Selain pemikirannya tersebut, ia juga mempunyai pemikiran
mengenai al-nafs atau jiwa. Sehingga dapat dikatakan sebagai seorang bapak
filosof Islam pertama, pengetahuan al-Kindi sungguh komplit dan komprehensif.
Maka dari itu, penulis akan membahas secara mendetail pemikiran kedua tokoh
tersebut dalam karya yang berjudul ” Al-Kindi: Filsafat, Agama dan Al-Nafs”.
1
2.
Biografi al-Kindi
Nama
lengkapnya Abu Yusuf Ya’qub bin Ishaq al-Kindi. Dia lahir di Kufah, Irak, pada
801 M/185 H. Gelar al-Kindi dinisbatkan pada nama suku Kindah di wilayah Arabia
Selatan. Dari suku Kindah ini pula, lahir seorang penyair besar bernama Imra`ul
Qais (w. ± 540 M). Banu Kindah adalah suku keturunan Kindah yang sejak dulu
menempati daerah selatan Jazirah Arab yang tergolong memiliki apresiasi
kebudayaan yang cukup tinggi dan banyak dikagumi orang. Ayahnya, Ishaq, adalah
gubernur Kufah di masa pemerintahan al-Mahdi (775-785) dan al-Rasyid (786-809).
Ayahnya meninggal beberapa tahun setelah al-Kindi lahir. Dengan demikian,
al-Kindi dibesarkan dalam keadaan yatim. Kakeknya Asy’ats bin Qais, dikenal
sebagah salah seorang sahabat Nabi Muhammad SAW. Bila ditelusuri nasabnya,
Al-Kindi merupakan keturunan Ya’rib bin Qathan, raja di wilayah Qindah. Para
ulama berbeda pendapat mengenai agama al-Kindi, sebagian berpendapat bahwa
al-Kindi adalah seorang Yahudi lalu masuk Islam, yang lain berpendapat bahwa
al-Kindi adalah seorang beragama Nasrani lalu masuk Islam. Masalah tersebut
sebenarnya tidak menjadi masalah yang signifikan. Karena yang penting adalah ia
merupakan filosof muslim pertama yang berusaha mengintegrasikan wahyu dengan
filsafat.
Al-Kindi
yang dilahirkan di Kufah pada masa kecilnya memperoleh pendidikan di Basrah.
Kemudian, dia melanjutkan dan menamatkan pendidikan di Baghdad. Sejak belia,
dia sudah dikenal berotak encer. Tiga bahasa penting dikuasainya, yakni Yunani,
Suryani, dan Arab. Sebuah kelebihan yang jarang dimiliki orang pada era itu.
Tentang guru-gurunya tidak dikenal, karena tidak terekam dalam sejarah hidupnya.
Tetapi dapat dipastikan ia mempelajari ilmu-ilmu sesuai dengan kurikulum pada
masanya. Ia mempelajari al-Qur’an, membaca, menulis dan berhitung. Kemudian ia
mempelajari ilmu kedokteran, filsafat, ilmu hitung, mantiq (logika),
geometri, astronomi dan sebagainya. Pendeknya ilmu-ilmu yang berasal dari
Yunani juga ia pelajari. Dari buku-buku Yunani yang telah diterjemahkan ke
dalam bahasa Suryani inilah al-Kindi menerjemahkannya ke dalam bahasa Arab.
Maka dari
itu, lantas dia termasyhur sebagai seorang ilmuwan filsafat, kedokteran dan
ilmu-ilmu spesifik. Al-Kindi merupakan seorang yang jenius yang menguasai
berbagai ilmu, termasuk kedokteran. Al-Kindi adalah seorang penulis dan ilmuwan
ensiklopedi. Ia adalah seorang yang cukup produktif dalam berkarya. Karyanya
cukup banyak bahkan mencapai
2
ratusan,
namun hanya berupa karya yang kecil-kecil. Ibn Nadhim, sebagaimana dikutip
Maftuhin, menyebutkan lebih dari 230 buah. Sedangkan George N.Atiyeh,
menyebutkan judul-judul makalah dan kitab-kitab karangan al-Kindi sebanyak 270
buah. Karya-karya yang dihasilkannya menunjukan bahwa Al-Kindi adalah seorang
yang berilmu pengetahuan yang luas dan dalam.
Al-Kindi
telah menulis hampir seluruh ilmu pengetahuan yang berkembang pada saat itu.
Tetapi, di antara sekian banyak ilmu, ia sangat menghargai matematika. Hal ini
disebabkan karena matematika, bagi al-Kindi, adalah mukaddimah bagi siapa saja
yang ingin mempelajari filsafat. Mukaddimah ini begitu penting sehingga tidak
mungkin bagi seseorang untuk mencapai keahlian dalam filsafat tanpa terlebih
dulu menguasai matematika. Matematika di sini meliputi ilmu tentang bilangan,
harmoni, geometri dan astronomi. Yang paling utama dari seluruh cakupan
matematika di sini adalah ilmu bilangan atau aritmatika karena jika bilangan
tidak ada, maka tidak akan ada sesuatu apapun. Di sini kita bisa melihat
samar-samar pengaruh filsafat Phytagoras.
Sebagai
ilmuwan serba bisa, Al-Kindi tak cuma melahirkan pemikiran di bidang filsafat
saja. Salah satu karyanya yang termasuk fenomenal adalah Risalah Fi Istikhraj
al-Mu’amma. Kitab itu mengurai dan membahas kriptologi atau seni memecahkan
kode. Dalam kitabnya itu, Al-Kindi memaparkan bagaimana kode-kode rahasia
diurai. Teknik-teknik penguraian kode atau sandi-sandi yang sulit dipecahkan
dikupas tuntas dalam kitab itu. Selain itu, ia juga mengklasifikasikan
sandi-sandi rahasia serta menjelaskan ilmu fonetik Arab dan sintaksisnya. Yang
paling penting lagi, dalam buku tersebut, A-Kindi mengenalkan penggunaan
beberapa teknik statistika untuk memecahkan kode-kode rahasia. Kriptografi
dikuasainya, lantaran dia pakar di bidang matematika. Di area ilmu ini, ia
menulis empat buku mengenai sistem penomoran dan menjadi dasar bagi aritmatika
modern. Al-Kindi juga berkontribusi besar dalam bidang geometri bola, bidang
yang sangat mendukungnya dalam studi astronomi.
Bekerja di
bidang sandi-sandi rahasia dan pesan-pesan tersembunyi dalam naskah-naskah asli
Yunani dan Romawi mempertajam nalurinya dalam bidang kriptoanalisa. Ia
menjabarkannya dalam sebuah makalah, yang setelah dibawa ke Barat beberapa abad
sesudahnya diterjemahkan sebagai Manuscript on Deciphering Cryptographic
Messages. ”Salah satu cara
3
untuk
memecahkan kode rahasia, jika kita tahu bahasannya adalah dengan menemukan satu
naskah asli yang berbeda dari bahasa yang sama, lalu kita hitung
kejadian-kejadian pada tiap naskah Pilah menjadi naskah kejadian satu, kejadian
dua, dan seterusnya,” kata Al-Kindi. Setelah itu, lanjut Al-Kindi, baru
kemudian dilihat kepada teks rahasia yang ingin dipecahkan. Setelah itu
dilanjutkan dengan melakukan klasifikasi simbol-simbolnya. ”Di situ kita akan
menemukan simbol yang paling sering muncul, lalu ubahlah dengan catatan
kejadian satu, dua, dan seterusnya itu, sampai seluruh simbol itu terbaca.”
Teknik itu, kemudian dikenal sebagai analisa frekuensi dalam kriptografi, yaitu
cara paling sederhana untuk menghitung persentase bahasa khusus dalam naskah
asli, persentase huruf dalam kode rahasia, dan menggantikan simbol dengan
huruf.
Al-Kindi
juga meletakkan dasar-dasar teori relativitas. Sesungguhnya, tak mengejutkan
jika ilmuwan besar sekaliber Al-Kindi telah mencetuskan teori itu pada abad
ke-9 M. Apalagi, ilmuwan kelahiran Kufah tahun 801 M itu pasti sangat menguasai
kitab suci al-Qur’an. Sebab, tak diragukan lagi bahwa ayat-ayat al-Qur’an
mengandung pengetahuan yang absolut dan selalu menjadi kunci tabir misteri yang
meliputi alam semesta raya ini. Ayat-ayat al-Qur’an yang begitu menakjubkan
inilah yang mendorong para saintis Muslim di era keemasan mampu meletakkan
dasar-dasar sains modern. Sayangnya, karya-karya serta pemikiran para saintis
Muslim dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi telah ditutup-tutupi. Dalam
al-Falsafa al-Ula, ilmuwan bernama lengkap Yusuf Ibnu Ishaq al-Kindi itu telah
mengungkapkan dasar-dasar teori relativitas. Sayangnya, sangat sedikit umat
Islam yang mengetahuinya. Sehingga, hasil pemikiran yang brilian dari era
kekhalifahan Islam itu seperti tenggelam ditelan zaman. Menurut Al-Kindi, fisik
bumi dan seluruh fenomena fisik adalah relatif. Relativitas, kata dia, adalah
esensi dari hukum eksistensi. “Waktu, ruang, gerakan, dan benda, semuanya
relatif dan tak absolut,” cetus Al-Kindi. Namun, ilmuwan Barat, seperti
Galileo, Descartes, dan Newton, menganggap semua fenomena itu sebagai sesuatu
yang absolut. Hanya Einstein yang sepaham dengan Al-Kindi. “Waktu hanya eksis
dengan gerakan; benda dengan gerakan; gerakan dengan benda,” papar Al-Kindi.
Selanjutnya, Al-Kindi berkata, “… jika ada gerakan, di sana perlu benda; jika
ada sebuah benda, di sana perlu gerakan.” Pernyataan Al-Kindi itu menegaskan
bahwa seluruh fenomena fisik adalah relatif satu sama lain. Mereka tak
independen dan tak juga absolut.
4
Gagasan
yang dilontarkan Al-Kindi itu sama dengan apa yang diungkapkan Einstein dalam
teori relativitas umum. “Sebelum teori relativitas dicetuskan, fisika klasik
selalu menganggap bahwa waktu adalah absolut,” papar Einstein dalam La
Relativite. Menurut Einstein, pendapat yang dilontarkan oleh Galileo,
Descartes, dan Newton itu tak sesuai dengan definisi waktu yang sebenarnya.
Menurut Al-Kindi, benda, waktu, gerakan, dan ruang tak hanya relatif terhadap
satu sama lain, namun juga ke objek lainnya dan pengamat yang memantau mereka.
Pendapat Al-Kindi itu sama dengan apa yang diungkapkan Einstein. Dalam
Al-Falsafa al-Ula, Al-Kindi mencontohkan, seseorang melihat sebuah objek yang
ukurannya lebih kecil atau lebih besar menurut pergerakan vertikal antara bumi
dan langit. Jika orang itu naik ke atas langit, dia melihat pohon-pohon lebih
kecil. Jika dia bergerak ke bumi, dia melihat pohon-pohon itu jadi lebih besar.
Al-Kindi
mempunyai beberapa karya, bahkan cukup banyak dalam berbagai bidang. Ratusan
karyanya itu dipilah ke berbagai bidang, seperti filsafat, logika, ilmu hitung,
musik, astronomi, geometri, medis, astrologi, dialektika, psikologi, politik
dan meteorologi. Bukunya yang paling banyak adalah geometri sebanyak 32 judul.
Filsafat dan kedokteran masing-masing mencapai 22 judul. Logika sebanyak
sembilan judul dan fisika 12 judul. Buah pikir yang dihasilkannya begitu
berpengaruh terhadap perkembangan peradaban Barat pada abad pertengahan.
Karya-karyanya diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan bahasa Eropa. Buku-buku
itu tetap digunakan selama beberapa abad setelah ia meninggal dunia.
Al-Kindi
dikenal sebagai filosof Muslim pertama, karena dialah orang Islam pertama yang
mendalami ilmu-ilmu filsafat. Hingga abad ke-7 M, filsafat masih didominasi
orang Kristen Suriah. Al-Kindi tak sekedar menerjemahkan karya-karya filsafat
Yunani, namun dia juga menyimpulkan karya-karya filsafat Helenisme. Salah satu
kontribusinya yang besar adalah menyelaraskan filsafat dan agama. Setelah era
Khalifah al-Mu’tasim berakhir dan tampuk kepemimpinan beralih ke al-Watiq dan
Al-Mutawakkil, peran al-Kindi semakin dipersempit. Namun, tulisan kaligrafinya
yang menawan sempat membuat Khalifah kepincut. Khalifah al-Mutawakkil kemudian
menjadikannya sebagai ahli kaligrafi istana. Namun, itu tak berlangsung lama.
Ketika Khalifah al-Mutawakkil tak lagi menggunakan paham Muktazilah sebagai
aliran pemikiran resmi kerajaan, al-Kindi tersingkir. Ia dipecat dari berbagai
jabatan yang sempat diembannya. Jabatannya sebagai guru istana pun diambil alih
ilmuwan lain yang
5
tak
sepopuler al-Kindi. Friksi pun sempat terjadi, perpustakaan pribadinya sempat
diambil alih putra-putra Musa. Namun akhirnya al-Kindiyah – perpustakaan
pribadi itu – dikembalikan lagi. Ia meninggal pada sekitar tahun 873 M.
Namun,
sayangnya buku-bukunya yang masih ada berjumlah kurang dari 20, segelintir
dalam bahasa Arab, tetapi sebagian besar lainnya dalam terjemahan latin.
Maftuhin menyebutkan bahwa karya al-Kindi pernah diterbitkan oleh Prof.Abu
Ridah dengan judul Rasail al-Kindi al-Falasifah (Makalah-Makalah
Filsafat al-Kindi), yang berisi 29 makalah dan Prof.Ahmad Fuad al-Ahwani dengan
judul Kitab al-Kindi ila al-Mu’tasim Billah fi al-Falsafah al-Ula (Surat
al-Kindi kepada Mu’tasim Billah tentang Filsafat Pertama). Kurangnya sumber
menimbulkan kesulitan yang cukup besar dalam memberikan catatan yang sistematis
tentang filsafat al-Kindi. Akan tetapi, penulis rasa deskripsi di atas sudah
cukup untuk menggambarkan siapa al-Kindi dan perannya sebagai filosof pertama.
Al-Kindi
adalah orang pertama yang memperkenalkan filsafat di dunia Islam. Menurut
al-Kindi, fungsi filsafat sesungguhnya bukan untuk menggugat kebenaran wahyu
atau untuk menuntut keunggulan yang lancang atau menuntut persamaan dengan
wahyu. Filsafat haruslah sama sekali tidak mengajukan tuntutan sebagai jalan
tertinggi menuju kebenaran dan mau merendahkan dirinya sebagai penunjang bagi
wahyu. Menurutnya, sebagaimana dikutip oleh Salam, tidak pada tempatnya malu
mengakui kebenaran darimana saja sumbernya. Bagi mereka yang mengakui kebenaran
tidak sesuatu yang lebih berharga daripada kebenaran itu sendiri dan tidak
pernah meremehkan martabat orang yang menerimanya. Ia adalah orang yang
berusaha untuk menggabungkan antara kebenaran yang bersumber dari filsafat dan
kebenaran yang bersumber dari wahyu. Jadi ia berusaha menyesuaikan antara akal
dengan wahyu.
6
3. Pemikiran
al-Kindi
Menurut
al-Kindi, agama dan filsafat tidak mungkin bertentangan. Agama di samping
sebagai wahyu juga menggunakan akal, dan filsafat juga menggunakan akal.
Al-Kindi memandang filsafat sebagai ilmu pengetahuan yang mulia. Sebab, melalui
filsafat-lah, manusia bisa belajar mengenai sebab dan realitas Ilahi yang
pertama dan merupakan sebab dari semua realitas lainnya. Baginya, filsafat
adalah ilmu dari segala ilmu dan kearifan dari segala kearifan. Ia
mendefinisikan filsafat sebagai pengetahuan tentang segala sesuatu sejauh
jangkauan pengetahuan manusia. Karena itu, al-Kindi dengan tegas mengatakan
bahwa filsafat memiliki keterbatasan dan bahwa ia tidak dapat mengatasi problem
semisal mukjizat, surga, neraka, dan kehidupan akhirat. Dalam semangat ini
pula, al-Kindi mempertahankan penciptaan dunia ex nihilio, kebangkitan jasmani,
mukjizat, keabsahan wahyu, dan kelahiran dan kehancuran dunia oleh Tuhan.
Filsafat, dalam pandangan al-Kindi bertujuan untuk memperkuat agama dan
merupakan bagian dari kebudayaan Islam. Al-Kindi menjembatani antara filosof
dan fuqaha melalui terjemahan buku-buku filsafat, antara lain dalam terjemahan
itu ia memberikan ulasan-ulasan dan komentar maksud sebenarnya dari pengarang
filsafat tu, sehingga para pembaca memahami dengan jelas. Ia menjelaskan bahwa
filsafat dapat digunakan untuk pembinaan dan perkembangan kemajuan agama dengan
memberikan argumentasi-argumentasi yang dapat diterima akal.
Al-Kindi
telah membukakan pintu bagi penafsiran filosofis terhadap al-Qur’an, sehingga
menghasilkan persesuaian antara wahyu dan akal, berdasar pada tiga alasan
berikut:
- Ilmu agama merupakan bagian dari filsafat
- Wahyu yang diturunkan pada Nabi dan kebenaran filsafat saling bersesuaian.
- Menuntut ilmu dibenarkan keduanya.
Dalam
tulisannya, Kammiyat Kutub Aristoteles, sebagaimana dikutip Syarif,ia
mengemukakan beberapa pendapat tentang filsafat dan agama, sebagai berikut:
- Filsafat adalah ilmu kemanusiaan yang dicapai oleh filosof dengan berfikir, belajar dan usaha-usaha manusiawi. Sementara itu, agama adalah ilmu ketuhanan, yang didapat tanpa proses belajar, berfikir dan usaha manusiawi.
7
- Jawaban filsafat menunjukkan ketidakpastian dan pemikiran juga perenungan. Sementara itu, agama menunjukkan jawaban yang pasti (mutlak benar) tanpa pemikiran atau perenungan.
- Filsafat menggunakan metode logika, sedangkan agama menggunakan metode keimanan.
Jadi, ia
berusaha mensinkronkan antara agama dan filsafat, yang itu semua memberi jalan
lurus kepada para filosof sesudahnya yang berkembang di dunia Islam. Karena
tidak dapat dipungkiri, apabila filsafat yang berkembang pada awalnya ini tidak
sinkron dengan Islam, maka secara otomatis akan ditolak oleh para ulama dan
mendapat tanggapan yang keras.
4.
Kesimpulan
Dari
pembahasan tersebut, maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:
- Nama lengkapnya Abu Yusuf Ya’qub bin Ishaq al-Kindi. Dia lahir di Kufah, Irak, pada 801 M/185 H. Ia adalah filosof muslim pertama. Sebenarnya al-Kindi mempunyai banyak karya, namun karya tersebut hanya berupa risalah yang kecil-kecil dan sekarang sulit diakses.
- Pemikiran filsafat al-Kindi yang terbesar adalah berusaha memadukan antara agama dengan filsafat. Di samping itu, ia juga mempunyai pemikiran dalam bidang metafisika, epistemologi, jiwa dan aksiologi.
REFERENSI
8